Pramono, pemilik UD Pramono di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali mengaku sudah berusaha taat membayar pajak.
Itu dibuktikan dengan memperoleh penghargaan dari KPP Pratama Boyolali atas kontribusi PPh pasal 25 orang pribadi pada Agustus 2023.
Tapi seiring berjalannya waktu, Pramono malah terbelit besarnya nominal pajak yang harus dibayarkan.
Hal tersebut berbuntut pada pemblokiran rekening UD Pramono oleh KPP Pratama Boyolali.
Berawal pada 2020, petugas KPP Pratama Boyolali menagih pajak 2018.
Nominal pajak yang harus dibayarkan Pramono mencapai Rp 2 miliar.
Dia lalu mengajukan keberatan dan beban pajak diturunkan jadi Rp 671 juta
“Nominal itu masih memberatkan, karena itu diatas omzet saya. Saya juga tidak mengambil untung dari penjualan susu,” jelasnya, Kamis (31/10/2024).
“Susu dari peternak saya beli sesuai harga dari IPS (industri pengolahan susu) . Kemudian, setelah nego-nego. Jadi (nilai pajak) Rp 200 juta. Jika Rp 200 juta dibayar masalah pajak 2018 selesai semua,” beber Pramono.
Setelah membayar pajak senilai Rp 200 juta, beberapa bulan kemudian, Pramono kembali ditagih membayar pajak untuk kasus yang sama pada 2021.
Lantaran kembali ditagih padahal sudah membayarkan pajak, Pramono mengabaikannya.
Usahanya tetap berjalan dan dia tetap patuh membayar pajak tahunan ke negara.
Lalu pada awal Oktober 2024, dia dipanggil ke KPP Pratama Boyolali untuk melunasi tanggungan pajak tersebut.
Pramono diminta membayarkan pajak senilai Rp 110 juta. Hanya saja, dia lelah dengan masalah utang perpajakan yang tak kunjung rampung.
“Hitungan pajak saya itu kan Rp 671 juta. Tapi kemarin diminta memberikan Rp 110 juta. Umpomo saya mbayar (Seumpama saya bayar pajak) Rp 110 juta itu selesai (tidak diblokir). Saya tidak tahu, kenapa pajaknya berubah-ubah,” katanya.
Daripada dipusingkan masalah pajak dan hidupnya tidak tenteram, Pramono memilih menutup usaha dagangnya dan kembali bertani.
“Aku wes ora mampu (Saya sudah tidak sanggup). Dadi kulo ora nyalahke bank, ora nyalahke kantor pajak (Saya tidak menyalahkan bank dan KPP Pratama),” ujarnya.
“Sing penting kulo ora mampu. Tanganku ora mampu, keju kabeh, ora isoh nyambut gawe (Saya hanya sudah tidak mampu karena capek, tidak bisa kerja lagi),” lanjutnya.
Dia sudah berpamitan dengan petani-peternak. UD Pramono tidak lagi menerima susu. Selain itu, dia juga sudah berpamitan dengan dua industri pengolahan susu.
Kondisi tersebut membuat ribuan petani dan peternak sapi perah yang menggantungkan hidupnya di UD Pramono kelimpungan menjual susu sapi.
Sumber: jawapos.com